Permasalahan ini dipicu adanya rencana perpisahan yang dipanitiai siswa, dan membuat gaduh karena bintang tamu yang rencananya diundang tidak bisa hadir. N-A-M menjadi sasaran perundungan beberapa siswa karena memberi dukungan/ semangat kepada ketua osis selaku ketua panitia perpisahan, di whatsaap group osis, karena dia banyak mendapat cacian siswa lain terkait acara perpisahan tersebut.
Kemudian ada siswa yang mengirim tangkapan layar ke whatsapp group angkatan dan memicu kegaduhan. Meski tidak begitu menghiraukan berbagai chat, seperti kata-kata kotor dan perundungan, namun N-A-M terus menjadi sasaran. Bahkan dia tidak membalas dengan kata-kata kotor atau ancaman yang dilontarkan teman-temannya.
Terdeteksinya peristiwa ini ketika ibu korban yang sedang berbaring dengan korban di kamar pada Selasa malam (13/5) dan melihat korban menangis sembari memegang handphone, gemetaran serta badannya dingin. Saat ditanya, korban tidak mengaku dan baru mengatakan dengan jujur pada Rabu pagi (14/5). Seketika itu ibu korban menyampaikan kepada ayah korban dan langsung memeriksa handphone korban.
Berdasarkan penyampaian Achmad, orang tua korban, dari hasil penelusurannya di whatsapp group tersebut, diketahui sekitar 23 pelajar yang menjadi pelaku. kemudian sang orang tua langsung menghubungi wali kelas korban dan guru bimbingan konseling disertai bukti-bukti chat tangkapan layar yang mengandung tindakan perundungan, ancaman dan intimidasi.
Pada Rabu (14/5) orang tua korban bersama korban mendatangi sekolah dan ditemui wali kelas, guru bimbingan konseling dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan.
Pihak sekolah merasa kaget dan tidak menyangka anak-anak didiknya akan melakukan berbagai tindakan tidak terpuji itu dan sangat menyesal dengan adanya kejadian ini. Pada Kamis pagi (15/5) panitia perpisahan dikumpulkan di aula sekolah oleh guru wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan dia menyampaikan terkait adanya pengaduan orang tua yang tidak terima karena anaknya mendapat perundungan dan intimidasi.
Kamis siang, orang tua menghubungi guru tersebut dan menyakan hasil pertemuan dengan para siswa itu, dan sang guru mengaku jika tidak ada titik temu serta bahkan pertemuan itu berlangsung dalam tensi tinggi. Dari kejadian ini guru kesiswaaan tersebut mempersilahkan jika orang tua korban akan membuat laporan ke kepolisian.
Dengan terpaksa, karena tidak ada etikad baik dari para siswa, akhirnya kedua orang tua korban bersama korban datang ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Malang kota untuk membuat laporan yang disertai sejumlah print out hasil tangkapan layar whatsapp group. Kemudian pada Senin (19/5) sebanyak 23 siswa terduga pelaku dan para orang tua dikumpulkan di aula Mapolresta, yang juga dihadiri kepala sekolah dan beberapa guru sekolah tersebut.
Dalam pertemuan ini, pihak sekolah kembali mengaku kaget dan menyesal dengan kejadian ini dan meminta orang tua korban dan korban untuk memaafkan para pelaku perundungan maupun intimidasi. Para pelaku pun diminta untuk meminta maaf langsung serta tidak ada tuntutan apapun dari keluarga korban.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya korban dan orang tuanya menerima, namun harus tetap ada sanksi bagi para pelaku guna memberi efek jera. Dari unit PPA Polresta Malang kota mengusulkan agar 23 siswa membuat pernyataan bersalah, minta maaf dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi di kemudian hari. Usulan inipun dapat diterima dan para siswa membuat surat pernyataan tersebut diatas materai Rp 10.000.
Selain memberi banyak pencerahan terkait dampak dan kasus yang berkaitan dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Kepala unit PPA Polresta Malang Kota, Iptu Khusnul Khotimah memberi peringatan keras kepada para siswa tersebut. “Jangan sampai kalian bertemu saya lagi diruangan ini dengan kasus apapun. Nama-nama kalian sudah tercatat disini dan jika kalian mengulanginya lagi, maka tidak ada lagi istilah mediasi,” tegasnya.(asa)
0 Comments